Kamis, 24 Oktober 2013

Pada Satu Rindu




 

Sama sekali aku tidak membiarkan kalimat-kalimat penggoda itu melintas di dalam ruang hatiku. Hanya saja hati ini sudah sedikit terluka, sejak perjumpaan pertama kita. Luka itu yang memberikan jalan menuju ruang rahasia. Seharusnya hanya aku saja yang tau ruang langka itu. Namun penjagaanku tidak sampai menahan kalimat-kalimat penggoda itu merasuk. 

Pada akhirnya kau pun tau aku menyembunyikannya dalam jumlah yang begitu banyak. Berjejal. Sampai pada kata tidak ingin kau benar-benar tau, namun aku dengan sadar mengabarkan kepadamu. Satu demi satu keping rindu turut memenuhi ruang rahasia di dalam hatiku. Kau hanya berdiam seakan tak ada kabar yang sampai dan tersiar. Padahal aku pun sebenarnya benar-benar ingin menanam satu rindu, yaitu pada Penciptaku dan Penciptamu.


Bumi Jogja, 24 Oktober 2013

@lorongkata 00:12 wib

Meluap


Ijinkan aku menulis berbanyak kata. Karena aku benar-benar merasa kata-kata yang semestinya tersusun menjadi kalimat yang berbaris-baris dicuri oleh orang. Dengan seenaknya orang itu menuliskannya di layar notebook. Dengan sesukanya memijit-mijit keyboard baik pagi atau siang, bahkan malam ia habiskan hingga benar-benar larut. Tidak memedulikan kedua matanya yang mulai memerah, tulang punggungnya yang mulai menggeliat menahan pegal, dan pundaknya yang mulai berat memikul lelah. 

Sunyi di malam yang tidak lagi berpenghuni pun sama sekali tidak menghentikan ujung jarinya tetap menyentuh permukaan keyboard. Kesunyian justru membuatnya makin mesra dengan kata-kata. Ia menatanya dengan begitu rapi dan cantik. Sama sekali sedikit pun ia tidak mau melewatkan malam romantis bersama ide-ide yang menyarang di otaknya. Sungguh ia begitu lembut mempersilahkan satu demi satu huruf menyusun diri menjadi sebuah kata, lalu mewujud berbaris kalimat dan kisah cerita.

Aku benar-benar marah melihat apa yang ia lakukan. Sesukanya menyajikan kata-kata, dan semua orang begitu menikmatinya. Itu kah malam romantis? Yang selalu ada cipta kisah yang indah?

Aku benar-benar cemburu menyaksikan ia dan tulisan-tulisannya. Seringkali mengadu domba perasaan dan membuatku makin berkecamuk. Ia benar-benar mencurinya dariku. Semestinya aku yang mengajak kata-kata menari indah di layar monitor. Aku yang mempertunjukkan kepada semua orang bahwa betapa indahnya dirimu: kata-kata yang merenda kisah cerita.




Bumi Jogja, 24 Oktober 2013
@lorongkata 00:20 wib