Selasa, 10 Desember 2013

Pada Penghujung

   


Sudah di penghujung tahun, dan kau tau apa artinya? Tahun ini sudah benar-benar senja. Sebentar saja waktu-waktu akan bergulir dengan begitu cepat, dan kita saat itu kita menyadari kita lah yang tengah senja. Renta dimakan masa.

Banyak sekali amanah yang diberikan, urusan-urusan yang dipergilirkan. Mungkin saja rasa lelah berkali-kali datang dan rasa jenuh malah tak ada bosannya menghampiri kita di tengah-tengah kesibukkan. Di antara kita ada yang bertahan pada keyakinan, namun tidak sedikit yang memilih untuk 'berehat' dari semuanya.

Sengaja meninggalkan tanggungjawab, pergi meski jejak masih terlihat. Lalu kembali pulang seakan kita tidak punya beban tanggungan. Perihal jatuh dan berjatuhan dalam perjalanan, kita sudah tidak heran dengan itu. Kan kita sama-sama merasakan, kita pernah juga mengalaminya.

Atau, yang lebih memilukan, ditinggal pergi oleh seseorang yang kita cintai? Tanpa ada tanda-tanda. Kita sudah paham betul  bahwa maut itu akan benar-benar datang tanpa ada kabar, begitu Izrail menjalankan amanah dari Allah, barulah berita tersiar. Begitu banyak yang belum kita lakukan, kita baru tersadar.

Tahun ini benar-benar telah senja! Semuanya berada di penghujung. Semuanya meminta untuk diselesaikan. Semuanya merajuk pertanggungjawaban. Maka hanya Dia yang bisa meluruhkan semua rasa duka menjadi bahagia, merobohkan rasa lemah menjadi kuat. 




Saatnya (kembali) mengadu kepadaNya.



#DaundaunTerserak-257





Kamis, 24 Oktober 2013

Pada Satu Rindu




 

Sama sekali aku tidak membiarkan kalimat-kalimat penggoda itu melintas di dalam ruang hatiku. Hanya saja hati ini sudah sedikit terluka, sejak perjumpaan pertama kita. Luka itu yang memberikan jalan menuju ruang rahasia. Seharusnya hanya aku saja yang tau ruang langka itu. Namun penjagaanku tidak sampai menahan kalimat-kalimat penggoda itu merasuk. 

Pada akhirnya kau pun tau aku menyembunyikannya dalam jumlah yang begitu banyak. Berjejal. Sampai pada kata tidak ingin kau benar-benar tau, namun aku dengan sadar mengabarkan kepadamu. Satu demi satu keping rindu turut memenuhi ruang rahasia di dalam hatiku. Kau hanya berdiam seakan tak ada kabar yang sampai dan tersiar. Padahal aku pun sebenarnya benar-benar ingin menanam satu rindu, yaitu pada Penciptaku dan Penciptamu.


Bumi Jogja, 24 Oktober 2013

@lorongkata 00:12 wib

Meluap


Ijinkan aku menulis berbanyak kata. Karena aku benar-benar merasa kata-kata yang semestinya tersusun menjadi kalimat yang berbaris-baris dicuri oleh orang. Dengan seenaknya orang itu menuliskannya di layar notebook. Dengan sesukanya memijit-mijit keyboard baik pagi atau siang, bahkan malam ia habiskan hingga benar-benar larut. Tidak memedulikan kedua matanya yang mulai memerah, tulang punggungnya yang mulai menggeliat menahan pegal, dan pundaknya yang mulai berat memikul lelah. 

Sunyi di malam yang tidak lagi berpenghuni pun sama sekali tidak menghentikan ujung jarinya tetap menyentuh permukaan keyboard. Kesunyian justru membuatnya makin mesra dengan kata-kata. Ia menatanya dengan begitu rapi dan cantik. Sama sekali sedikit pun ia tidak mau melewatkan malam romantis bersama ide-ide yang menyarang di otaknya. Sungguh ia begitu lembut mempersilahkan satu demi satu huruf menyusun diri menjadi sebuah kata, lalu mewujud berbaris kalimat dan kisah cerita.

Aku benar-benar marah melihat apa yang ia lakukan. Sesukanya menyajikan kata-kata, dan semua orang begitu menikmatinya. Itu kah malam romantis? Yang selalu ada cipta kisah yang indah?

Aku benar-benar cemburu menyaksikan ia dan tulisan-tulisannya. Seringkali mengadu domba perasaan dan membuatku makin berkecamuk. Ia benar-benar mencurinya dariku. Semestinya aku yang mengajak kata-kata menari indah di layar monitor. Aku yang mempertunjukkan kepada semua orang bahwa betapa indahnya dirimu: kata-kata yang merenda kisah cerita.




Bumi Jogja, 24 Oktober 2013
@lorongkata 00:20 wib

Minggu, 14 Juli 2013

(repost) Sajak buat Bapak dan Ibu

| Ini Tentang Bapak
Lelaki itu menyengaja,
mampir di pelataran
Oh, kata siapa
Tumpahkan saja semua yang kau bawa
Biar aku tahu,
atau semua orang juga harus tahu
Kalau muaranya hanya satu,
Aku memang selalu merindukanmu



| Sayap-Sayap Milik Bunda
Ada sayap yang selalu mengembang
Namun, yang satu ini selalu mendekap,
Takut mengepak
Tidak logis jika ada burung yang tak mau terbang
Kedua sayap yang melingkariku
Hangat,
Dua sayap indah di mataku
Biarlah terus seperti itu,
Biarlah.

 


Dey Iftinan/ Desiana Nurkholida.
(dimuat dalam Pewara Dinamika UNY edisi April 2013)



Jumat, 18 Januari 2013

Tentang Dalam Hati




Biarkan semua menjadi catatan kecil dalam hati
Berserakan seperti daun-daun yang berguguran kemarin
Seperti itu mungkin lebih baik
Untuk saat ini, juga mungkin esok hari

Biarkan sebagian dari cintaku
Menjadi kepingan-kepingan di hati
Seperti, terseraknya daun-daun yang aku lihat kemarin
Di pinggir-pinggir jalan,
Di halaman rumah yang tak lebar
Kering, namun aku yakin akan menyuburkan

Tentang aku saat ini,
Merapuh tiba-tiba
Retak seperti tanah-tanah kekeringan
Lapuk layaknya bebatuan digerus air

 (Dey Iftinan)


*Telah dimuat di Majalah Pewara Dinamika UNY, Edisi November 2012


Kamis, 17 Januari 2013

Rindu Lagi

Dalam rinai hujan
Aku meringkuk membeku,
Menahan rindu pada bunda
Ingin menegak sayang ayahanda
Tubuh ini basah bukan karena titik air hujan
Tapi rintikan tangisan hati,
Yang jatuh membasahi diri
Dalam erangan angin sore
Aku menatap diri,
Se –durhaka itukah aku?
Hingga berbulan-bulan tak menampakan diri,
Di hadapan bunda
Se-tega itukah aku?
Hingga beribu waktu tak menyandarkan diri
pada bahu ayahanda
Hujan dan bayu menghakimi diriku,
Meluruhkan hati yang telah dibalut rindu
Rindu tiada henti pada insan terkasihi

“Rindu lagi”
@ Puskom, lt.2 15;07 wib
Yogyakarta, 19 Mei 2010


Cermin Diri

Entah kini kita seperti apa,
Hujan yang menerjunkan diri
Awan yang melayang-layang
Juga sinar matahari temaram di senja kemarin,
Tidak mau mengabarkannya
Cantik kah? Rupawan kah? Sholih kah?
Mana yang lebih penting?
Entah esok kita menjadi apa,
Perilaku, tabiat
moral, izzah
sudah berlalu dibawa angin
yang kita pegang erat-erat adalah harta
yang kita peluk mesra adalah jabatan
entah apa yang sekarang kita pikirkan,
bukan lagi akhlaq, iman
apalagi kesaksian kita kepada Allah: sudah tergadaikan!
Tapi kita berpura-pura lalai
Atau... melalaikan?
Biarlah... hujan, awan, dan matahari enggan mengabarkan
Karena seperti inilah kita : saat ini
Berpura-pura tidak tahu, dalam kejahilan


-dey
Edited: 17 Februari 2012